Resiko Menikah Di Usia Remaja

Pernikahan wanita yang masih usia remaja atau berusia kurang dari 17 tahun sebaiknya memang dilarang.

Hal ini karena pernikahan usia dini memicu tingginya angka kematian ibu. Menurut Kepala Badan Kependudukan dan Keluarga Berencana Nasional (BKKBN) Surya Chandra Surapaty, usia ideal menikah menurut kampanye program Generasi Berencana BKKBN adalah di atas 21 tahun bagi perempuan dan 25 tahun bagi lelaki.

Dari sisi medis, remaja perempuan usia 10-14 tahun berisiko meninggal saat hamil atau melahirkan lima kali lebih tinggi dibandingkan dengan perempuan berusia 20-25 tahun.

Sementara risiko kematian pada anak yang menikah pada usia 15-19 tahun dua kali lebih tinggi. Selain itu, remaja perempuan yang menikah usia dini berisiko mengalami masalah kesehatan reproduksi, seperti kanker leher rahim, trauma fisik pada organ intim, dan kehamilan berisiko tinggi-preeklampsia, bayi prematur, dan kematian ibu. Dari sisi sosial, pernikahan dini berdampak buruk pada psikologis remaja karena emosi mereka tak stabil dan cara pikir belum matang. Sekitar 44 persen perempuan yang menikah di usia dini mengalami kekerasan dalam rumah tangga (KDRT) dengan frekuensi tinggi, sisanya mengalami KDRT frekuensi rendah. Meski BKKBN telah lama meluncurkan program GenRe, kampanye penundaan usia perkawinan atau penghentian pernikahan dini tak bisa menekan angka pernikahan usia muda. “Kampanye belum optimal karena kurang sosialisasi ke remaja,” ucap Surya.

Menurut hasil survei indikator kinerja Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional Program Kependudukan dan Keluarga Berencana 2015, ada 19,2 persen responden remaja wanita akan menikah di bawah usia 22 tahun.

Adapun 46,2 remaja pria menikah di usia 20-25 tahun. Kini, pihaknya menggaet sejumlah remaja untuk membantu kampanye GenRe terkait risiko pernikahan dini ke teman sebaya.

Mereka aktif menyosialisasikan informasi di jejaring sosial terkait rencana remaja berkeluarga.